Akhir-akhir ini sebuah kata "harapan baru" sering kali didengung-dengungkan di media masa. Kalimat tersebut mulai trend seiring dengan adanya pesta demokrasi rakyat yang digelar di daerah khusus ibukota dalam event yang bertajuk "Pilgub DKI Jakarta".
Sebagai rutinitas lima tahunan, ternyata event akbar ini memiliki daya pikat yang luar biasa, akibat expose pemberitaan yang begitu intens. Hampir setiap gerak-gerik baik positif maupun negatif selalu menjadi #trendingtopik, dan headlinenews yang menarik untuk diikuti perkembangannya. (termasuk mendorong lahirnya tulisan ini)
Dalam pertunjukkan yang turut dipantau oleh ribuan pasang mata di seantero nusantara ini menghadirkan lima pasangan kontestan, diantaranya 3 pasangan diusung oleh parpol dan 2 pasangan lain mengajukan diri dari jalur independen. Persaingan yang tidak terdistribusi seimbang di antara kelima pasangan calon, akhirnya meloloskan dua pasangan calon dari babak kualifikasi menuju grand final.
Di sinilah duel terasa seru, dkarena menyisakan 2 pasangan calon yang sama-sama kuat, baik dari segi dukungan maupun visi-misinya. Dari kandidat yang tersisa ini, Foke-Nara dan Jokowi-Ahok, masing-masing mempunyai brand yang melekat rebagai media marketing mereka. Yaitu, kandidat incumbent dengan "kumis" nya, serta penantangnya dengan "kotak-kotak" nya.
Terlepas dari obralan janji-janji manis, berbagai jurus dan strategi telah mereka kerahkan untuk memenangkan G20S/DKI (tragedi gerakan pemungutan suara putaran 2 pilgub DKI, 20 September). Dan seperti yang dirilis oleh KPU Jakarta, 28 September kemarin, pertarungan kali ini dimenangkan oleh Jokowi-Ahok unggul dengan 53,82% suara, dari pasangan Foke-Nara sebesar 46,18%. Maka, dengan hasil tersebut, Jokowi ditetapkan menjadi Gubernur baru DKI Jakarta.
Jokowi - Avatar Indonesia
notes : bukan gambar sebenarnya (hanya rekayasa photoshop) |
Berbagai permasalahan klasik nan kompleks tentang ibukota tengah menunggu penyelesaian. Harapan perubahan pun di sematkan kepada beliau sebagai gubernur baru yang pada pundaknya diamanahi untuk membenahi Jakarta.
Siapa sih sebenarnya sosok Jokowi ini, dan mampukah mewujudkan "Jakarta Baru" sesuai slogan kampanyenya? Inilah analisis berdasarkan imajinasi penulis. ingat.! "Imajinasi".berikut pemaparannya : cekidot
Maaf sebelumnya jika analogi yang penulis sampaikan kurang sopan, khususnya buat sang objek serta para pendukung maupun penggemarnya. yang jelas maksudnya baik koq (sumpah). Jadi, dilarang sewot.Jakarta dengan segudang permasalahannya yang klasik diantaranya: kemacetan, banjir, kepadatan penduduk, pemukiman kumuh, kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran, kriminalitas tinggi, dll. yang kesemuanya saling berkesinambungan menunggu gubernur baru membuktikan janjinya.
Figur Jokowi yang khas, kalem, santun dan merakyat tentu saja mampu memikat hati masyarakat untuk memilihnya, namun apakah mampu menyelesaikan semua problem Jakarta? Butuh kerjasama yang tidak hanya dipelopori oleh birokrat, tapi juga semua elemen masyarakat yang pro aktif mendukung program-program kerjanya. Tak ada yang tak mungkin untuk perubahan, tinggal take action. Kata aa' gym " mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai sekarang". Dan tentunya hal ini tidak instan, membutuhkan waktu yang relatif tidak singkat.
Terkecuali dalam sebuah cerita dongeng. munculnya tokoh sentral (Protagonis) sebagai pahlawan yang super power mampu mewujudkan tatanan dunia yang lebih maju dan damai secara mudah. Jokowi sebagai tokoh yang pluralis mampu menyatukan warganya dari berbagai etnis layaknya "The Legend of Aang" yang mampu merakul sahabat-sahabatnya dari berbagai suku air, kerajaan bumi, pengendali udara, bahkan dari negara api yang memusuhinya untuk bersama-sama mewujudkan perdamaian dan kesetahteraan seluruh rakyat.
Dengan sifatnya yang luar biasa demikian, sang Avatar Indonesia ini seharusnya mengadopsi gaya kepemimpinannya untuk diaplikasikan di wilayah kepemimpinannya, apalagi Mr. Jokowi bisa lebih bijaksana, karena kan bukan anak-anak seperti Aang yang terkadang sifatnya masih labil kekanak-kanakan. Memang tak perlu seekstrim yang digambarkan dalam dongeng, semisal untuk membangun MRT dan juga jembatan layang tinggal kerahkan kekuatan kerajaan bumi yang sekonyong-konyong langsung bisa berdiri kokoh, atau suku air untuk membangun kanal yang menggiring air ke laut dan mengendalikan siklus hujan juga persediaan air, atau pengendali udara untuk mengurangi emisi efek rumah kaca dan meniupkan angin sepoi-sepoi yang menurunkan suhu kota, atau negara api yang siap mencegah jagao merah mengamuk. Sang Avatar Indonesia cukup mendelegasikan ke lembaga-lembaga yang berwenang dengan arahan yang tepat dan pengawasan.
Tapi harus diingat, tokoh antagonis selalu ada. Semoga tetap profesional dalam mengemban amanah rakyat. Jangan sampai berakhir anti klimaks, terkecuali naik tingkat menuju RI1 yang direstui oleh konstitusi. wewn 180°