Thursday, 9 May 2013

"BLIBIRAN" - Jangan asal tinggal kalo gak kenal

Di Indonesia siapa yang tidak kenal dengan kota Pacitan? saya yakin banyak yang tahu semenjak salah satu putra asli  daerah dua periode berturut-turut menjadi orang nomor satu di negeri ini. Akan tetapi. siapa yang peduli dengan nama-nama desa di Pacitan, bahkan sampai tingkat dusun. Alasannya memang sangat logis. buat apa? apa pentingnya? okelah, itu untuk mereka. tapi bagaimana dengan kita yang notabene tempat di mana kita dilahirkan dan dibesarkan. Itu terjadi karena orang sekarang lebih bersifat masa bodoh akan lingkungannya. Boro-boro orang luar, 'secara' pribumi saja minim wawasan. Oleh, karena itu, melalui tulisan ini saya akan menceritakan kepada dunia tentang lingkungan sosial terkecil saya setelah rumah.
***
Jadi, to the point ajalah. "kenali lingkunganmu maka kau akan mencintai lingkunganmu tersebut". Dalam hal ini lingkungan yang dimaksud adalah RT tempat tinggal kita sebagai struktur pemerintahan terkecil dalam wilayah administratif Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu tepatnya:
RT : 01
RW : 02
Desa : Semanten
Kecamatan : Pacitan
Kabupaten : Pacitan
Provinsi : Jawa Timur
Kode Pos : 63551
Nah, di rt: 01, rw: 02 inilah dikenal dengan sebutan "BLIBIRAN" atau  kebiasaan orang-orang di daerah tersebut dengan fasih menyebutnya mblibiran (ditambahi awalan huruf 'm'). Nama "blibiran" sendiri sebenarnya bukanlah suatu nama dusun, hanya mewakili satu RT saja, sedangkan RW atau dusunnya ikut "Glonggong".  Konon (katanya para sesepuh), kata mblibiran sendiri berasal dari kata atau dialek khas Pacitan yaitu mblibir-mblibir atau bahasa jawanya mlipir-mlipir yang artinya dalam bahasa Indonesia yaitu menyerempet-nyerempet. Dalam hal ini yang dimaksud menyerempet itu dikaitkan dengan kebiasaan warganya dalam mencari dan menggunakan akses jalan untuk bersosialisasi dengan tetangga maupun ke jalan raya. Ya, warga mblibiran memang tidak memiliki akses jalan khusus seperti gang untuk menghubungkan rumah satu ke rumah lainnya. sehingga sebagai alternatif untuk mempermudah akses ke tetangga maupun ke hutan, dimanfaatkanlah area kosong disekitar rumah baik halaman depan samping, maupun belakang sebagai jalur sehari-hari. Kebiasaan inilah yang hingga saat ini terus dilestarikan hingga seolah-olah itulah jalan (umum) warga, padahal sebenarnya milik perorangan. Akan tetapi atasnama guyubrukun dan gotong royong, kini justru jalan mblibir-mblibir tersebut telah menjadi permanen seiring adanya program pemerintah "pnpm". Semoga saja, jalan tersebut selalu terpelihara sehingga menjadi situs dan aset warga yang akan dikenang dan diceritakan ke anak-cucu kelak. Itulah sekilas asal-usul penggambaran -kebiasaan mblibir- warganya sehingga disebutlah "Blibiran".
 ***
Geografi memang bukan disiplin ilmu saya, tapi apa salahnya mempelajari dan memahami kondisi geografis daerah tempat tinggal sendiri. Toh, dengan perkembangan dunia teknologi dan informasi, hal tersebut semakin mudah dipelajari. nih contohnya, gambar yang saya ambil dari aplikasi google earth. Dimana aplikasi tersebut dapat menampilkan penampakan topografi bumi melalui pencitraan satelit, sehingga kita akan dengan mudah memperoleh informasi dan melihat tentang suatu lokasi yang kita inginkan. Bahkan dengan melihat topografinya kita bisa memprediksi serta menginterpretasikan kehidupan sosial dan ekonominya.
gambar 1.
gambar 2.
Gambar pertama, diambil secara vertikal dari angkasa dengan ketinggian mata 192 meter, arah utara ditunjukkan dengan huruf n (north) pada kanan atas. Sedangkan gambar kedua diambil secara horisontal dari permukaan tanah. Dari gambar pertama begitu jelas terlihat pemukiman warga dusun blibiran yang menggerombol. Sedangkan gambar kedua menunjukkan bahwa pemukiman tersebut berada di lereng pegunungan bagian bawah atau disebut kaki gunung. Melihat kedua gambar tersebut maka batas-batas wilayahnya sangat jelas bahwa pemukiman tersebut dikelilingi (berbatasan langsung) dengan hutan, kecuali di sebelah timur adalah lahan pertanian yang berupa tegalan. Jika digambarkan dari posisi rumah terluar, maka paling utara adalah rumahnya mbah Aminah, paling selatan rumahnya pak Samudi, paling barat: rumahnya pak Soleh PG, dan paling timur: rumahnya pak suryono. (silahkan cek peta atau google earth untuk membuktikannya)
Dengan gambar di atas juga dapat dijelaskan bahwa kehidupan masyarakat disana mayoritas adalah bertani dan beternak. Hal ini terlihat dengan hamparan tanah yang luas di sebelah timur pemukiman tersebut. Akan tetapi tanah yang luas tersebut bukanlah sawah irigasi, melainkan sawah tadah hujan atau tegalan yang menggantungkan pengairan pada musim hujan saja. Sehingga tanah tersebut hanya cocok dengan tanaman jenis palawija. Jadi jika hanya mengandalkan bertani saja, kehidupan ekonomi masyarakat di sana kurang, sehingga banyak yang double job sebagai peternak, dengan konsekuensi mengganti tanaman palawija dengan rumput.
Mushola Al-Ikhlas


















PENAMPAKAN-1:
Pak RT - a.k.a Sidol



PENAMPAKAN-2:
Ketua Karang Taruna - EKO



Share on :
0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...